Bacaan Teks Khutbah Shalat Idul Adha 2024 Penuh Makna dan Hikmah Kisah Nabi Ibrahim AS

- 13 Juni 2024, 08:05 WIB
Bacaan Teks Khutbah Shalat Idul Adha 2024 Penuh Makna dan Hikmah Kisah Nabi Ibrahim AS
Bacaan Teks Khutbah Shalat Idul Adha 2024 Penuh Makna dan Hikmah Kisah Nabi Ibrahim AS //Unsplash/lemonmelon

PORTAL BELITUNG - Cetak sekarang juga, bacaan teks khutbah Shalat Idul Adha 2024 penuh makna dan hikmah kisah Nabi Ibrahim AS. Khutbah yang dibacakan khatib saat pelaksanaan shalat Idul Adha.

Setiap tanggal 10 Dzulhijjah, umat Islam akan menyambut Hari Raya Idul Adha. Pada hari raya ini, ada ibadah sunnah yang selalu dikerjakan sebelum melakukan ibadah kurban, yakni shalat Idul Adha.

Shalat Idul Adha merupakan shalat sunnah muakkad berjumlah 2 rakaat. Shalat ini lebih ke wajib bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat, yaitu berakal, baligh, dan suci dari hadas.

Pada pelaksanaan shalat Idul Adha 1445 H, seorang khatib biasanya akan mempersiapkan teks ceramah khutbah yang akan disampaikan usai mengerjakan shalat Idul Adha 2 rakaat pada pagi hari 10 Dzulhijjah.

Baca Juga: Deretan Quotes Ucapan Selamat Idul Adha yang Menyentuh Hati, Cocok Untuk Ucapan di Status Medsos

Teks khutbah ini berisi tentang makna Hari Raya Idul Adha, asal perayaan Idul Adha, hingga hikmah yang bisa dipetik dari hari raya ini.

Hari Raya Idul Adha 1445 Hijriah jatuh pada tanggal 17 Juni 2024. Di momen istimewa ini, umat Islam merayakan hari raya kurban dengan penuh khidmat dan kegembiraan.

Semangat berbagi dan berkurban sangat terasa dalam hari raya ini. Tak hanya itu, hari raya Idul Adha juga memperkuat rasa persaudaraan dan kepedulian antar sesama.

Dilansir dari nu.or.id, berikut teks ceramah khutbah shalat Idul Adha 10 Dzulhijjah 1445 H tahun 2024.

Baca Juga: Durasi 5 Menit! Teks Ceramah Khutbah Shalat Idul Adha 1445 H Tahun 2024 Singkat, Padat, dan Menyentuh Hati

Khutbah Shalat Idul Adha: Kisah Teladan Kurban Nabi Ibrahim

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ للهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَتَمَّ لَنَا شَهْرَ الصِّيَامِ، وَأَعَانَنَا فِيْهِ عَلَى الْقِيَامِ، وَخَتَمَهُ لَنَا بِيَوْمٍ هُوَ مِنْ أَجَلِّ الْأَيَّامِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الواحِدُ الأَحَدُ، أَهْلُ الْفَضْلِ وَالْإِنْعَامِ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ إلَى جَمِيْعِ الْأَنَامِ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ التَّوْقِيْرِ وَالْاِحْتِرَامِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ، وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ

 

Ma'asyiral muslimin rahimakullah

Hari ini, tanggal 10 Dzhulhijjah adalah hari yang istimewa untuk umat Islam seluruh dunia. Seluruh umat Islam merayakannya dengan penuh khidmat dan suka gembira. Saudara-saudara kita yang memenuhi panggilan Allah sedang menjalani rangkaian puncak ibadah haji di Makkah, Arafah, Muzdalifah dan Mina.

Sedangkan yang tidak melaksanakan haji, disibukkan dengan ritual Idul Adha. Shalat Idul Adha, dilanjutkan ibadah kurban sampai berakhirnya hari Tasyrik. Untuk saudara-saudara kita yang sedang sedang menjadi tamu Allah, kita doakan mudah-mudah mereka diberikan kesehatan dan kemudahan dalam melaksanakan ibadah haji dengan penuh kekhidmatan dan kesempurnaan.

Semoga menjadi haji yang mabrur yang tidak hanya mengantarkan mereka menjadi pribadi yang shaleh tetapi juga muslih. Baik secara individu sekaligus dapat menebarkan kebaikan kepada masyarakatnya. ad Untuk kita di sini, semoga momentum Idul Adha menjadi sarana perbaikan ketakwaan kita kepada Allah Ta'ala. Menjadi sarana bagi seorang muslim untuk semakin meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah individual atau sosial, karena inilah tujuan dari Idul Adha yang kita jalani setiap tahun.

Baca Juga: Kumpulan Kata Mutiara Ucapan Selamat Idul Adha 2024 Penuh Dengan Kebaikan, Cocok Dibagikan ke Grup WhatsApp

Ma'asyiral muslimin rahimakullah

Syekh Ali Ahmad Al-Jurjawi dalam kitabnya Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh menjelaskan, kurban pertama kali dilaksanakan pada masa Nabi Adam 'alaihissalam, oleh putra-putranya yaitu Qabil dan Habil. Kekayaan yang dimiliki Qabil mewakili kelompok petani, sedangkan Habil mewakili kelompok peternak. Dikisahkan Al-Quran:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Artinya, "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Qabil dan Habil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang mereka berdua (Habil) dan tidak diterima yang lain (Qabil)." (Al-Maidah: 27).

Para ahli tafsir menyatakan, peristiwa kurban yang dilakukan dua bersaudara dari putra Adam 'alaihissalam merupakan solusi dari polemik 'perang dingin', yang terjadi antara keduanya dalam mempersunting wanita cantik rupawan bernama Iklimah sebagai pasangan hidup.

Kisah kurban berikutnya adalah dilakukan oleh Nabi Ibrahim 'alaihissalam ketika diperintahkan Allah Ta'ala untuk menyembelih Nabi Ismail 'alaihissalam, putra tercinta yang telah lama diimpikan kelahirannya.

Perintah ini hanya merupakan ujian dari Allah kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam atas keimanannya. Karena pada akhirnya yang yang disembelih adalah kambing. Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:

قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya, "Ibrahim berkata: 'Hai anakkku sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu?' Ismail menjawab: 'Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insyaallah Engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar'.” (QS As-Shaffat: 102).

Baca Juga: Bacaan Niat Sholat Idul Adha, Lengkap dengan Tata Caranya

Selain dua peristiwa ini, ritual kurban terus berlanjut di setiap budaya dan peradaban. Terus berlangsung dilakukan oleh umat manusia walaupun dalam bentuk dan praktik yang berberda-beda. Puncaknya adalah mengorbankan jiwa manusia sebagai persembahan kepada yang dianggap Tuhan yang memiliki kekuatan. Dahulu masa pra Islam, di Mesir jika air sungai Nil surut, maka penduduk Mesir menggelar upacara mengambil anak gadis untuk dijadikan tumbal agar airnya melimpah.

Tradisi seperti ini juga dikenal oleh masyarakat nusantara seperti kita dengar dalam cerita-cerita rakyat nusantara. Ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam diutus, ada penegasan ajaran kurban yang dilegalkan adalah seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim 'alaihissalam. Yakni dengan menyembelih kambing, sapi, atau onta.

Sebagaimana firman Allah:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)

Artinya, "(1) Sungguh Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. (2) Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada Allah). (3) Sungguh orang-orang yang membencimu, dialah yang terputus (dari rahmat Allah)." (Al-Kautsar: 1-3).

Ma'asyiral muslimin rahimakullah

Kenapa peristiwa Nabi Ibrahim 'alaihissalam yang dijadikan model kurban dalam ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam? Tentu karena di dalamnya ada hikmah keteladanan yang sangat agung. Kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam umat Islam dapat belajar bagaimana melakukan ibadah kurban yang baik dan benar.

Pelajaran tersebut dapat kita perolah dalam beberapa hal berikut:

Pelajaran pertama, dalam beragama ada suatu keadaan di mana kita harus meninggalkan akal fikiran kita. Mengesampingkan rasionalitas, kemudian beralih pada ketundukan serta kepasrahan total kepada Ilahi Rabbi. Dalam kajian hukum Islam dikenal hukum yang bersifat ta'aqquli dan ta'abbudi. Ta'aqquli artinya masuk akal. Yakni ketika suatu syariat dibebankan dan manusia bisa menalar karena sesuai dengan kemampuan berfikir manusia.

Allah memerintahkan sedekah, zakat, menolong sesama, berbakti kepada orang tua. Allah melarang mencuri, korupsi, konsumsi narkoba, membunuh, pergaulan bebas dan semacamnya. Semua ini adalah sesuai dengan naluri dan akal sehat manusia. Di sisi lain, ta'abbudi adalah hukum yang dogmatis. Tidak bisa dinalar, di luar kemampuan akal manusia.

Aturan tentang shalat, puasa, dan haji adalah bagian dari urusan yang bersifat ta'abbudi. Kita tidak bisa mempertanyakan apalagi menggugat kenapa shalat Dhuhur, Ashar dan Isya’ empat rakaat, sedangkan Magrib tiga rakaat dan Subuh dua rakaat.

Rasionalitas dikesampingkan karena yang ada hanyalah kepasrahan dan kepatuhan total sebagai seorang hamba yang rindu untuk mendapat cinta dan sayang dari Tuhannya. Ketika menerima perintah Allah untuk menyembelih putranya, Nabi Ibrahim 'alaihissalam meyakini bahwa perintah itu adalah dogma yang harus harus dilaksanakan secara paripurna.

Maka atas dasar keimanannya, tanpa pikir panjang Nabi Ibrahim 'alaihissalam siap melaksanakan perintah tersebut. Rasionalitas dimatikan, yang ada hanyalah ketundukan akan perintah Allah. Ini menunjukkan tingginya kualitas keimanan dan ketaqwaan Nabi Ibrahim 'alaihissalam, sehingga sangat pantas beliau mendapat gelar Khalilullah (kekasih Allah).

Baca Juga: Liburan di Pulau Belitung 2024: 5 Deretan Pantai Indah Terbaik di Belitung dan Belitung Timur, Cantik Memukau

Belajar dari Nabi Ibrahim 'alaihissalam, maka sudah sepantasnya setiap orang yang berkurban melaksanakannya seperti Nabi Ibrahim 'alaihissalam ketika berkurban. Segera berkurban ketika mampu melaksanakannya. Berkurban atas dasar tunduk dan patuh menjalankan perintah Allah, seraya berharap mendapatkan cinta, kasih dan ridha Allah. Bukan ingin pujian, karena gengsi, atau untuk meningkatkan status sosial.

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah

Pelajaran kedua, dari Nabi Ibrahim 'alaihissalam bisa kita dapatkan dari pengalihan kurban manusia menjadi kambing. Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam untuk menyembelih putranya hanya sekedar ujian keimanan, bukan perintah sesungguhnya. Hal ini sekaligus menjadi kritik sosial dari tradisi tumbal di berbagai budaya dan perabadan.

Sejarah kurban Nabi Ibrahim 'alaihissalam mengajarkan kepada kita bahwa kurban dalam Islam adalah ajaran humanis. Untuk menyembah Allah tidak boleh membahayakan diri sendiri, apalagi orang lain.

Dalam hadit riwayat Ibn Abbas radhiyallahu 'anhu, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

Artinya: "Tidak boleh membahayakan (mengorbankan) orang untuk kepentingan pribadi, dan tidak boleh mencegah orang lain mendapat kebaikan."

Dalam Islam setiap bahaya harus dihilangkan. Bahkan untuk mendatangkan suatu kebaikan atau menghilangkan suatu bahaya, tidak boleh dengan menimbulkan bahaya lain. Ini adalah salah satu prinsip utama dalam ajaran. Kaidah fiqih menyebutkan:

اَلضَّرَرُ يُزَالُ

Artinya, "Setiap mudarat harus dihilangkan."

اَلضَّرَرُ لاَ يُزَالُ بِالضَّرَرِ

Artinya, "Suatu mudarat tidak bisa dihilangkan dengan mudarat yang lain."

Dari sini maka seharusnya ajaran qurban menginspirasi setiap muslim untuk tidak hanya shaleh secara ritual, tetapi juga shaleh secara sosial. Menjaga keseimbangan hubungan kepada Allah dan kepada manusia, bahkan pada alam sekitar. Jargon Islam agama ramah bukan marah, bisa terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun dalam qurban ada darah hewan yang dialirkan, namun bukan tujuan atau penilaian utama, karena yang dinilai Allah adalah ketakwaan dari orang-orang yang melaksanakannya.

لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (الحج، 37)

Artinya, "Daging-daging onta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (Al-Hajj: 37)

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah

Inilah dua pelajaran yang dapat kita petik dari kurban yang dilakukan Nabi Ibrahim 'alaihissalam.

Semoga menjadi media yang dapat meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah Ta'ala, serta menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk terus berjihad mewujudkan Islam rahmatan lil alamin.

Amin ya rabbal 'alamin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

***

 

 

Editor: Ayu Wiyanto

Sumber: nu.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah